"Bulutangkis Indonesia Butuh Solusi, Bukan Musuh"( sp+ )
TAJAM
dan gamblang. Begitulah gaya Lius Pongoh mengkritik PB PBSI. Bukan
berusaha mendengar, bos PB PBSI malah emosi. Ada apa dengan PB PBSI?
Sejak
memutuskan mundur dari PB PBSI pada Januari 2011, Lius tak lagi banyak
bicara soal bulutangkis. Tapi, sekali bicara, ia langsung ke pokok
pembahasan. Menukik dan tanpa tedeng aling-aling.
Semua unek-unek
soal ketidakberesan di tubuh PB PBSI blak-blakan dibeberkan Lius saat
dialog PBSI, legenda bulutangkis lintas generasi, mantan pengurus PBSI,
dan Kemennegpora dalam talk show di Metro TV, Selasa (5/6) malam.
Lius bilang bukan mau cari musuh. Ia menegaskan semua demi mencari solusi atas kemunduran prestasi bulutangkis Indonesia.
Lius menyebut ada yang salah dengan PB PBSI. Atas dasar itu pula, ia memilih mengundurkan diri dari PB PBSI.
Dalam
surat pengunduran dirinya, Lius mengaku beberkan secara detail mengapa
ia memilih mundur. Itu juga disertakan ajuan solusi atas permasalahan
yang selama ini terjadi.
"Kalau biasanya orang cukup 1 lembar
membuat surat pengunduran diri, saya butuh 2 lembar. Semua saya tulis di
surat itu. Berulang kali saya mencoba mengingatkan Pak Djoko apa yang
sebenarnya terjadi, tapi tetap tak didengar," cetus Lius kepada
sportiplus.com.
Si Bola Karet, julukan Lius, menggubris soal
tumpang tindih tugas yang sejak dulu menggerogoti kepengurusan PB PBSI.
Secara langsung, ia menunjuk Fuad Basya (Kasubid Logistik) sebagai orang
yang sering mencampuri bidang yang bukan wewenangnya dalam kasus ini.
Lalu, apa saja yang harus dibenahi dalam tubuh PB PBSI? Berikut petikan wawancara dengan Lius:
Menurut Anda, hal mendasar apa saja yang krusial di PB PBSI?
Yang
mendasar adalah soal over lapping (tumpang tindih) tugas di PB PBSI.
Soal manajerial, Kasubid yang mengurus logistik (Fuad Basya) berbicara
soal prestasi. Saya memang blak-blakan.
Dulu
zaman saya masih jadi Kabid Binpres, ia bukan pengurus, tapi ia bisa
dimasukkan ke dalam rapat pengurus. Yang tidak berkewenangan seharusnya
tidak perlu ikut campur. Itu saja sudah bikin kacau. Apalagi sekarang ia
ada dalam kepengurusan. Bisa apa? Urus saja soal logistik.
Jangan
campuri soal pembinaan prestasi. Sudah ada orang yang yang lebih ahli
soal pembinaan prestasi, yaitu Binpres. Terbukti, Hadi Nasri tak tahan
dan memutuskan keluar dari PB PBSI kan?
Bagaimana Anda menilai mundurnya Hadi Nasri dari PB PBSI?
Pak
Djoko bilang Pak Hadi keluar dengan alasan anaknya sakit dan tidak bisa
fokus dalam menjalankan tugas. Pak Hadi itu tertekan. Beliau cerita
sama saya. Apa yang saya rasakan dulu saat jadi Kabid Binpres PBSI juga
menimpa Pak Hadi.
Orang macam-macam tipenya. Kalau saya bisa
ceplas-ceplos berbicara. Mungkin Pak Hadi tidak. Ia diam, bukan berarti
tidak tahu apa-apa. Hanya saja tak berani berbicara, padahal ia juga
sudah tidak nyaman di PB PBSI. Beda dengan saya yang bisa blak-blakan.
Ini bukan berarti saya menantang.
Itu lagu lama PB PBSI. Pak Hadi
seperti boneka. Siapa yang tahan? Menurut saya, Pak Hadi orang yang
pantas ada di posisi Kabid Binpres. Ia punya pendidikan tinggi dan
mengerti soal bulutangkis. Ia juga pernah jadi wakil Pak MF Siregar
(alm). Artinya, ia tahu betul apa yang harus dilakukannya.
Bagaimana Anda melihat sosok pelatih asing (Li Mao) di pelatnas?
Sejak
memilih ganti pelatih asing, buat saya rekrutmennya salah sejak awal.
Pak Djoko malah menantang. Dalam waktu 3 bulan disuruh cetak prestasi
emas di Olimpiade. Siapapun juga tidak mungkin bisa. Memang cetak
prestasi itu seperti memasak mie instan? Li Mao bisa berbuat apa?
Soal
donatur yang ada di belakang Li Mao, itu yang saya sebut tadi (M.
Feriansyah). Ia itu siapa? ? Waktu itu dia belum jadi pengurus PB.PBSI
sudah iktu campur, sekarang memang dia sudah jadi salah satu
pengurus. Kenapa Pak Djoko tidak berani menegur anak buahnya yang suka
ikut campur? Ada apa sebenarnya? Itu juga yang saya tidak tahu. Saya
bukan mau cari musuh. Toh, saya juga tidak dapat apa-apa dari situ.
Dalam
membentuk prestasi, apalagi berskala internasional, tidak hanya
membutuhkan uang. Juga butuh komitmen, kenyamanan dalam menjalankan
tugas, dan saling memiliki dalam tubuh kepengurusan.
Atas segala kritik pedas Anda, apa sesungguhnya motivasi Anda?
Tujuan
kami (legenda bulutangkis nasional) bukan ingin meminta Pak Djoko
turun. Kami justru kasihan dengan beliau. Kalau situasinya kondusif,
semua pasti berjalan lancar. Kenapa sampai sekarang tidak mau berubah?
Saya
tidak mau apa-apa. Diminta jadi pelatih atau pengurus pun saya tidak
mau. Kami ini prihatin. Banyak orang yang tidak mengerti soal
bulutangkis, tapi ikut berbicara soal pembinaan dan prestasi. Terpenting
saat ini adalah bagaimana kita bersama-sama mencari solusi demi
membangkitkan kembali prestasi bulutangkis Indonesia. Itu saja.
Saya
kesannya paling berani, paling lantang. Toh, saya sudah coba
memberitahu kepada Pak Djoko kalau ada yang tidak benar. Saya tahu Pak
Djoko marah sama saya. Tapi, semua itu saya lakukan murni untuk
kebangkitan prestasi, bukan untuk tujuan lain. Saya tidak cari musuh.
Saya tidak cari apa-apa. Kalau tidak didengar, ya sudah. Nothing to lose
saja. Saya juga tidak rugi.
Melihat semua hal aneh itu, apa yang harus segera dibenahi di PB PBSI?
PB
PBSI harus segera membuat keadaan jadi lebih kondusif. Jangan bilang
prestasi bulutangkis Indonesia tidak terpuruk. Saya punya semua data
faktualnya. Pembicaraan tadi (dialog bersama PBSI, mantan pengurus,
Kemennegpora) belum selesai. Belum ada solusi konkret. Kalau PB PBSI
tidak mau berubah, prestasi juga sulit didapat. Kejayaan bulutangkis
Indonesia pun tinggal sejarah masa lalu.
sumber
spotiplus.com