Susi Susanti lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971. Pemain
bulutangkis putri terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia ini
ternyata sudah menyukai permainan bulutangkis sejak duduk di bangku SD.
Dukungan orangtuanya membuat ia mantap untuk menjadi atlet bulutangkis.
Ia pun memulai karir bulutangkis di klub milik pamannya, PB Tunas
Tasikmalaya. Setelah berlatih selama 7 tahun di sana dan memenangkan
kejuaraan bulutangkis tingkat junior, pada tahun 1985 ia pindah ke
Jakarta. Saat itu ia kelas 2 SMP, namun telah berpikir untuk serius di
dunia bulutangkis.
Di Jakarta, Susi tinggal di asrama dan bersekolah di sekolah khusus
untuk atlet. Pergaulannya terbatas dengan sesama atlet, bahkan pacaran
pun dengan atlet pula. Jadwal latihannya pun sangat padat. Enam hari
dalam sepekan, Senin s.d. Sabtu mulai dari pukul 07.00 hingga pukul
11.00. Kemudian disambung lagi dari pukul 15 sampai pukul 19.00. Ada
aturan tersendiri untuk makan, jam tidur, sampai tentang pakaian. Ia
tidak diperbolehkan menggunakan sepatu dengan hak tinggi untuk
menghindari kemungkinan keseleo. Untuk berjalan-jalan ke mall pun hanya
bisa pada hari Minggu. Itu pun jarang dilakukan karena lelah berlatih.
Untuk menjadi juara ia memang harus selalu disiplin dan konsentrasi.
Akhirnya ia pun menyadari dalam meraih prestasi memang perlu perjuangan
dan pengorbanan. “Kalau mau santai dan senang-senang terus, mana
mungkin cita-cita saya untuk jadi juara bulutangkis tercapai? Sekarang
rasanya puas banget melihat pengorbanan saya ada hasilnya. Ternyata
benar juga kata pepatah: Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang
kemudian,” kata Susi mengenang.
Pada awal kariernya di tahun 1989, Susi sudah berhasil menjadi juara di
Indonesian Open. Selain itu berkat kegigihan dan ketekunannya, Susi
berhasil turut serta menyumbangkan gelar Piala Sudirman pada tim
Indonesia untuk pertama kalinya dan belum pernah terulang sampai saat
ini. Setelah itu ia pun mulai merajai kompetisi bulutangkis wanita dunia
dengan menjuarai All England sebanyak empat kali (1990, 1991, 1993,
1994) dan menjadi Juara Dunia pada tahun 1993.
Puncak karier Susi bisa dibilang terjadi pada tahun 1992 pada saat
ia menjadi juara tunggal putri cabang bulutangkis di Olimpiade
Barcelona, 1992. Susi menjadi peraih emas pertama bagi Indonesia di
ajang Olimpiade. Uniknya, Alan Budikusuma yang merupakan pacarnya ketika
itu, turut menjadi juara di tunggal putra. Mereka berhasil mengawinkan
gelar juara tunggal putra dan putri bulutangkis pada Olimpiade
Barcelona. Media asing menjuluki mereka sebagai “Pengantin Olimpiade”,
sebuah julukan yang terjadi menjadi kenyataan di kemudian hari.
Susi kembali berhasil meraih medali, kali ini medali perunggu pada
Olimpiade 1996 di Atlanta, Amerika Serikat. Selain itu, Susi turut serta
menorehkan prestasi dengan merebut Piala Uber tahun 1994 dan 1996
bersama tim Uber Indonesia, gelar yang telah lama lepas dari genggaman
srikandi-srikandi kita. Puluhan gelar seri grand prix juga berhasil ia
raih sepanjang karirnya.
Saat masih aktif menjadi pemain, Susi selalu berusaha menjadikan
dirinya sebagai contoh yang baik bagi pemain lainnya. Ia sangat disiplin
terhadap waktu latihan atau pun di luar latihan. Kiprah Susi Susanti di
dunia bulutangkis memang luar biasa. Dalam setiap pertandingan, ia
selalu menunjukkan sikap yang tenang dan tanpa emosi bahkan pada saat
tertinggal jauh perolehan angkanya. Semangatnya yang pantang menyerah
selalu berhasil membuat para pendukungnya yakin Susi akan memberikan
usaha yang terbaik.
Walaupun telah puluhan gelar tingkat internasional ia raih, ada satu
sikap yang tidak pernah hilang dari diri Susi Susanti. Ia selalu
bersikap rendah hati dan terus berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.
Baginya, kekalahan bukanlah akhir dari segalanya, namun justru
kesempatan untuk memperbaiki kemampuan dan menghindarkan dari sikap
sombong. Sungguh satu sikap yang patut dicontoh oleh para generasi muda
bangsa Indonesia.
Kehidupan Pasca Gantung Raket
Setelah menggantungkan raketnya, Susi memulai kehidupannya dari nol
lagi. Suaminya, Alan Budikusuma mencoba berbagai macam jenis usaha,
sampai menjadi pelatih di Pelatnas. Untunglah, Susi dan Alan mendapatkan
banyak dukungan dari orang-orang terdekatnya. Akhirnya mereka bisa
berdiri sendiri dan mempunyai keyakinan untuk membuka usaha sendiri.
Susi akhirnya membuka sebuah toko di ITC Mega Grosir Cempaka Mas
yang menjual berbagai macam pakaian asal Cina, Hongkong dan Korea, serta
sebagian produk lokal. Usaha ini dilakoninya sambil melaksanakan tugas
utamanya sebagai ibu dari 3 orang anak, Lourencia Averina, Albertus
Edward, dan Sebastianus Frederick. Selain itu, Susi bersama Alan
mendirikan Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading sebagai gedung pusat
pelatihan bulutangkis. Mereka berdua juga membuat raket dengan merek
Astec (Alan-Susi Technology) pada pertengahan tahun 2002.
Pada bulan Mei 2004, International Badminton Federation (sekarang
Badminton World Federation) memberikan penghargaan Hall Of Fame kepada
Susi Susanti. Selain Susi, pemain Indonesia lainnya yang memperoleh
penghargaan Hall Of Fame antara lain Rudy Hartono Kurniawan, Dick
Sudirman, Christian Hadinata, dan Liem Swie King. Susi juga mendapatkan
penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama dari pemerintah Republik
Indonesia atas prestasinya mengharumkan nama bangsa di kancah
internasional.
Kini Susi dan Alan menjalani hari-harinya bersama ketiga putra
mereka di rumah nan asri di Komplek Gading Kirana, Jakarta Utara. Mereka
masih rutin bermain bulutangkis sampai saat ini, minimal dua kali
seminggu untuk menjaga kondisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bagaimana pendapat kalian ?