tulisan berjalan

SELAMAT DATANG di akun media sosial racketbadminton.blogspot.co.id

Kamis, Desember 13, 2012

lilyana natsir part 2

Ambisi Lilyana untuk lebih memacu prestasi, kini dia arahkan sepenuhnya pada turnamen All England dan Olimpiade 2012 di London. Dia menyebut All England -- salah-satu turnamen bulutangkis tertua di dunia -- sebagai impian lama yang dia idamkan.
Karena, saat berpartner dengan Nova, (kami masuk) final sudah dua kali, semi final sudah dua atau tiga kali, katanya, bersemangat. Masa' saya nggak bisa juara...
Tapi yang terpenting di depan saya adalah Olimpiade 2012 di London, tandas Lilyana, yang sejak 2002 terpilih dan bergabung di pelatnas bulutangkis di Cipayung. Dalam Olimpiade 2008 di Beijing, Lilyana-Nova Widianto meraih perak, setelah ditaklukan ganda campuran Korsel, Lee Yongdae-Lee Hyojung.
Keberhasilan senior serta rekan-rekannya meraih emas pada ajang olahraga terbesar di dunia itu, pada tahun-tahun sebelumnya, juga menjadi motivasi tersendiri buat Lilyana.
Karena selama ini tradisi emas olimpiade itu selalu dari bulutangkis, dari jaman Susi Susanti (tunggal putri), (ganda putra) Rexi Mainaky-Ricky Subagya, (tunggal putra) Taufik Hidayat, dan terakhir (ganda putra) Markus Kido-Hendra Setiawan, paparnya.
Sejauh ini hanya sektor ganda campuran yang belum menyumbangkan emas olimpiade untuk Indonesia.
Mudah-mudahan dengan motivasi saya yang lebih, dengan terakhir juara Macau Open 2011, dan saya masuk nominasi (pemain terbaik 2011 versi Federasi Bulutangkis Dunia), ini tantangan buat saya, untuk tahun ada olimpiade, kasih medali emas untuk Indonesia.

 “Saya merasa, (prestasi saya) nggak dibilang menurun kok,” tegas Butet, ketika menanyakan sikap sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap prestasi bulutangkis Indonesia sekarang tidak sebagus para pendahulunya. “Karena, dulu saya dan Nova, kasih banyak juara,” tandasnya. “(Dan) itu nggak gampang.”
Bahkan, saat mulai berpasangan dengan Ahmad Tontowi, pasangan ini sempat masuk rangking dua dunia. “Padahal, saya baru berpasangan setahun,” tegasnya, seraya menambahkan, raihan prestasi mereka terbilang luar biasa dalam waktu relatif pendek itu.
Dia kemudian menyebut beberapa turnamen internasional bergengsi yang mereka taklukkan, belakangan. “Itu satu prestasi yang nggak muda diraih seorang atlit,” tambahnya lagi.
Lagipula, menurutnya, setiap atlit telah berupaya semaksimal mungkin untuk meraih kemenangan tertinggi. Karena itulah

 Meskipun demikian, Lilyana mengaku bahwa pada masanya Indonesia pernah merajai bulutangkis dunia – sehingga kehadirannya selalu dielu-elukan masyarakat Indonesia.
Kita tidak pungkiri, senior-senior kita sangat berprestasi. Tapi sekarang ini, persaingan lebih ketat. Jadi, secara nggak sadar, (prestasi bulutangkis) sudah merata. Ujar Lilyana
“Sekarang ini, persaingan lebih ketat,” katanya, menganalisa. Dia mencontohkan, negara Polandia, yang dulu tidak masuk 'peta bulutangkis dunia', “kini sudah bagus.”
“Jadi, secara nggak sadar, (prestasi bulutangkis) sudah merata,” tambahnya.
Menurut Lilyana, salah-satu faktor yang membuat kekuataan bulutangkis dunia kini relatif merata adalah: “... pelatih-pelatih kita (juga Cina dan Korea Selatan) banyak yang ke luar negeri.” Tetapi, Lilyana menolak jika disebut pebulutangkis nasional Indonesia kini sepi dari prestasi.
“Sekarang ini mungkin ada yang menonjol, tapi satu atau tiga orang saja,” katanya. “Nggak menyeluruh”

 “kenapa pebulutangkis kini Cina sulit dikalahkan... ??????? ”
Jawaban meyakinkan pun muncul dari mulutnya. “Sebenarnya, faktor teknis, skill, Indonesia itu di atas.”
“Tapi,” katanya, melanjutkan, ”Cina itu.. memang mungkin sudah dibentuk, atau memang faktor dari sananya, Cina itu punya kecepatan yang sangat cepat dan power yang sangat kuat.” Karena itu, menurutnya, ketika pemain Indonesia mengedepankan skill, “(kita) kalah cepat, atau kalah kuat...”
Namun demikian, ia menerangkan, setelah ada perubahan pola penilaian dan perhitungan skor, faktor tenaga dan kecepatan Cina relatif tidak lagi dapat ditonjolkan.
“Nah, sekarang game 21, agak merata. Karena, game-nya singkat, dan jika (pemain) sana berbuat salah, kita (dapat) poin kan...”
“Jadi, kita adu skill, masih bisa,” jelasnya. “Tapi, kita harus tetap diimbangi power dan speed-nya.”

 Selain keharusan menambah porsi latihan power dan speed, Lilyana menyebut faktor “mental bertanding” sangat dibutuhkan ketika menghadapi para pemain Cina. Hal ini dia tekankan, karena mental sebagian pemain langsung jatuh ketika mengetahui calon lawannya berasal dari negara tirai bambu.
Butet mengaku, saat yunior dulu, nyalinya menjadi ciut setiap akan menghadapi pemain-pemain Cina. “Tapi sekarang, mungkin karena pengalaman, dengan prestasi yang saya dapat, (setiap) saya ketemu Cina, malah saya harus lebih percaya diri,” katanya, bersemangat.
Selain itu, yang lebih penting lagi, menurutnya, adalah menyiapkan generasi penerus pebulutangkis Indonesia yang “bisa mendekati (prestasi) seniornya”. Kehadiran pemain yunior yang mumpuni, lanjut Lilyana, dibutuhkan saat ini. “(Kehadiran mereka) bisa membantu.Tetapi selama ini, pemain-pemain yunior itu sudah kalah di tingkat awal.”
Akibatnya, di babak berikutnya, para pemain Cina atau Korsel lebih tampil mendominasi.
“Jadi ibaratnya, (Cina atau Korsel) main kepung. Jadi, kita hari ini amin-amin bisa ngalahin Cina, besok ketemu Cina lagi. Ya, kita babak belur. Gitu loh...”

Ketika wawancara menyinggung masa depan atlit olahraga, Lilyana berulang-ulang meminta agar pemerintah memberikan pensiun seumur hidup kepada atlit berprestasi. “Seperti di negara-negara maju,” ungkapnya, terus-terang. “Jadi, atlit (dapat) lebih tenang.”
Sekarang ini, para atlit bulutangkis -- juga barangkali atlit cabang olahraga lainnya -- dipaksa memikirkan masa depannya setelah menggantungkan raketnya. Lilyana Natsir meminta pemerintah memikirkan masa depan atlit, melalui program asuransi setelah mereka pensiun.
“Karena, nggak ada yang peduli dengan kita,” tandasnya.
Dia kemudian mencontohkan dirinya sendiri. “Sekarang banyak (orang) kenal saya... Setelah saya stop (main) bulutangkis: siapa elo, siapa kamu, dulu ya dulu. Sekarang ya sekarang. Orang nggak peduli...” Lilyana lantas teringat nasib beberapa bekas atlit yang jatuh miskin, setelah pensiun dari dunia olahraga.
“Miris melihatnya,” katanya, lirih. “Padahal, dia pernah membawa harum nama Indonesia...”

 “Lalu apa yang Anda lakukan bila kelak menggantungkan raket?”
“Saya harus pintar-pintar berinvestasi, pintar-pintar memenej keuangan saya, untuk masa depan,” kata Yana, panggilan akrabnya – selain Butet, tentu saja. Dia membayangkan nantinya membuka usaha dari tabungan miliknya juga membayangkan dirinya bisa menjadi pelatih di Indonesia atau luar negeri.
“Bulutangkis itu jalan hidup saya,” kata Lilyana, dengan nada tegas setelah mendapat pertanyaan mengenai pandangan bulutangkis menurut Lilyana.
Itu dia tekankan, karena dengan menekuni bulutangkis, dia dapat berinvestasi di dunia properti, membeli mobil, serta dikenal banyak orang.
“Dan, ada kebanggaan saya bisa mengibarkan bendera Merah-Putih,” paparnya. Karena itulah, demi menjalani hidup di dunia bulutangkis, Lilyana kini sepenuhnya berlatih serius dan mencetak prestasi sebanyak mungkin.
“Yang materi (hadiah atau bonus) itu mengikuti,” katanya, agak berdiplomasi, sekaligus menutup wawancara siang itu.

 #Kutipan dari sang srikandi Indonesia, Lilyana natsir#

Hidup itu pilihan. Jadi, kita harus menerima resiko. Kita memilih olahraga, maka kita harus fokus, harus benar-benar serius, apapun hasilnya. By,Lilyana Natsir

Hidup itu pilihan. Jadi, kita harus menerima resiko. By,Lilyana Natsir

“kita membutuhkan dukungan masyarakat.” By Lilyana Natsir

“Jangan di atas saja, baru dielu-elukan. Nanti pas jatuh, tambah dijatuhin,” by Lilyana Natsir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagaimana pendapat kalian ?