tulisan berjalan

SELAMAT DATANG di akun media sosial racketbadminton.blogspot.co.id

Kamis, September 06, 2012

Muda Dipuja, Tua Terlunta


indosiar.com, Jakarta - Tati Sumirah mantan pemain bulutangkis yang pernah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional saat menjadi anggota tim peraih piala Uber untuk pertama kalinya kini hidupnya masih memprihatinkan. Meski sudah mendapatkan pekerjaan berkat kebaikan maestro bulutangkis Rudy Hartono, namun ia masih menumpang tinggal dirumah saudaranya.

Pada era tahun 70 an namaku begitu dikenal masyarakat, terutama bagi para penggemar olahraga bulutangkis. Betapa tidak aku adalah salah satu anggota tim yang berhasil meraih Piala Uber untuk yang pertama kalinya. Ketika pulang ke tanah air membawa piala kebanggaan, kami disambut sangat meriah.

Sepertinya semua orang menganggap kami pahlawan yang pulang dari medan pertempuran. Bahkan berhari - hari semua media massa masih memberitakan keberhasilan kami. Ucapan selamat datang dari mana - mana, keluarga, teman - teman, kolega, warga masyarakat hingga para pejabat.

Namun itu semua tinggal kenangan, masa - masa itu begitu manis dan indah bagiku untuk selalu dikenang. Tahun demi tahun ketika tenagaku sudah tidak lagi kuat dan bisa meraih prestasi kehidupanku juga berangsur - angsur surut. Aku tidak lagi menghasilkan uang dari ayunan raket.

Setelah tidak lagi menjadi pemain nasional pada tahun 82, Aku sempat menjadi pelatih di club - club bulutangkis dikawasan Kelapa Gading. Lumayan untuk kehidupanku sehari - hari, namun akhirnya Aku berhenti karena jumlah anak didik mulai berkurang.

Kemudian Aku bekerja disebuah apotik dikawasan Kebon Baru, Jakarta Selatan. Sudah lama memang Aku dekat dengan pemilik apotik itu bahkan sebelum Aku berhenti bermain bulutangkis, Aku sudah ditawari untuk bekerja di apotiknya. Mulai saat itu Aku menjalani kehidupan sebagai seorang karyawati.

Roda kehidupanku juga hanya bergantung dengan gaji yang Aku terima. Saat itu Aku juga kehilangan kontak dengan teman - teman seperjuangan. Kehidupanku benar - benar sudah jauh dengan bulutangkis yang telah membesarkanku dan membuat Aku dikenal banyak orang.

Iya... semua itu karena ekonomiku memang tidak memungkinkan Aku melakukan semua yang Aku mau. Bahkan ketika ada teman seperjuangan meninggal pada tahun 2003, Aku justru tahu dari tayangan televisi. Aku merasa benar - benar terasing dengan teman - temanku, apalagi dengan para juniorku yang terus berusaha mengukir prestasi melalui bulutangkis.

Yah.. Aku tahu roda kehidupan memang terus berputar. Kadang diatas dan kadang dibawah, namun Aku menjalani semua itu dengan kepasrahan. Susah senang sudah Aku jalani, jika Aku rindu dengan masa lalu dimana Aku berada di puncak kejayaan prestasiku, Aku cuma bisa melihat deretan piala dan penghargaan yang Aku letakan begitu saja di lemari. Yah.. inilah harta kekayaanku yang tidak pernah akan lekang oleh waktu.

Selama puluhan tahun kehidupanku memang sungguh berat. Aku tidak punya bekal apa - apa ketika harus berhenti dari dunia bulutangkis. Masa mudaku tidak pernah berpikir untuk sekolah tinggi atau mempersiapkan masa depan karena yang Aku bisa saat itu cuma berlatih dan bermain bulutangkis. Aku akhirnya sadar rupanya pemain bulutangkis belum bisa diandalkan untuk menjamin kehidupan yang layak.

Segmen 2

Tati Sumirah merasa bersyukur karena kini kehidupannya sedikit lebih baik, namun ia berharap kelak tidak ada lagi pendekar merah putih yang hidupnya merana dihari tuanya.

Kini Aku masih tinggal dirumah ibuku didaerah Klender, Jakarta Timur. Bersama ibu, seorang adik dan beberapa orang keponakan. Yah.. Aku bersyukur karena sejak enam bulan lalu Aku bisa bekerja disebuah perusahaan minyak pelumas. Berkat kebaikan teman yang dikenal sebagai maestro bulutangkis Indonesia, Rudy Hartono.

Itupun karena kebetulan kami bertemu disebuah acara dan Rudy sangat terkejut mendengar cerita sedih kehidupanku. Ku harus berterima kasih atas kebaikannya karena Aku kini bisa membantu membiayai kehidupan keluarga kami.

Kini hari - hariku Aku abdikan ditempatku bekerja. Aku bertugas dibagian perpustakaan, Aku jalani pekerjaan ini dengan senang hati. Umurku sudah 56 tahun tidak banyak lagi yang bisa Aku kerjakan, menjadi pelatih sudah tidak mungkin, mau berwiraswasta Aku tidak punya modal. Yah.. kini Aku menjadi seorang karyawati. Setiap hari Aku terpaksa pergi dan pulang dengan motor kesayanganku.

Memang selama ini masih ada beberapa pihak ataupun pejabat yang masih memberikan bantuan. Tahun lalu pemerintah bahkan memberikan Aku penghargaan, karena Aku dinilai sebagai seorang yang telah mengharumkan nama bangsa dan negara. Yah.. Aku terharu ternyata masih ada orang yang masih ingat akan kiprahku. Meski sebenarnya Aku tidak pernah memikirkannya.

Meski Aku kadang juga berpikir bagi kami orang - orang yang berjuang dibidang olahraga tidak ada jaminan dari siapapun untuk masa depannya. Memang ada beberapa teman yang bisa menjadi pelatih atau diterima sebagai pegawai negeri, namun itupun tentu karena nasibnya beruntung.

Tapi Aku tidak ada sisa - sisa kejayaan dimasa lalu. Bahkan rumah pun Aku tidak bisa membelinya, Aku sempat dikabarkan akan mendapatkan hadiah rumah dari pemerintah, namun hingga kini juga belum jelas. Entah kenapa Aku tidak tahu.

Mungkin jamanku dulu berbeda dengan jaman sekarang. Aku sangat bangga jika adik - adikku kini bisa hidup berkecukupan dari bermain bulutangkis, karena itu berarti ada perbaikan nasib kami orang - orang yang hanya bisa berbuat sesuatu untuk negara lewat olahraga.

Mereka bisa mendapatkan segalanya. Yah.. andai saja itu adalah jamanku mungkin kehidupanku akan berbeda. Tapi sudahlah tak mungkin lagi Aku bisa merubah semua yang telah terjadi. Aku berterima kasih kepada keluargaku terutama ibuku, karena ia selalu memberikan semangat dalam menjalani kehidupanku.

Karena jujur Aku kadang berpikir kenapa nasib orang - orang seperti kami, seperti tidak pernah mendapat perhatian. Tapi biarlah semua itu aku pasrahkan pada Yang Maha Kuasa saja. Sebagai manusia semua sudah ada garis tangan.

Dalam setiap doaku Aku hanya meminta agar Aku tetap diberikan kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Aku bersyukur bahwa Aku masih tetap dikenang sebagai salah seorang bermain bulutangkis yang pernah ikut merebut kejuaraan Piala Uber bagi tim puteri Indonesia untuk pertama kalinya tahun 1975. Namun masih ada satu impian yang kini belum tercapai. Aku ingin memiliki rumah sendiri agar Aku bisa hidup tenang dihari tuaku. (Dv/Sup)
Peliput : Budi Sampurno - Iwan Kurniawan
Sri Indro Edi Purnomo
Juru Kamera : Iwan Agung
Produser : Widayat S. Noeswa
Tayang : Jumat, 16 Mei 2008, Pukul 12.30 WIB
http://www.indosiar.com/ragam/muda-dipuja-tua-terlunta_73374.html

Photo Teks:
Tim Uber Indonesia bersama Piala Uber yang direbut pertama kalinya tahun 1975. Minarni memegang piala didampingi rekan-rekannya (dari kiri) Theresia Widiastuty, Regina Masli, Taty Sumirah, Utami Dewi, dan Imelda Wiguna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagaimana pendapat kalian ?