Surat Terbuka Taufik Hidayat: Jangan Takut Jadi Atlet! part 2
Fase kedua saya adalah di mana saya berjuang untuk bisa jadi atlet nomor satu dunia. Saya memiliki komitmen kuat pada orang tua dan selalu menegaskan bahwa saya tidak ingin menjadi atlet yang biasa-biasa saja. Dari situlah saya terus bekerja keras setiap harinya sehingga akhirnya mampu meraih satu demi satu gelar juara.
Dalam perjalanan tersebut, saya mulai menyadari bahwa profesi atlet hanyalah jembatan hidup yang memiliki batas waktu, karena itulah saya sejak jauh-jauh hari sudah menetapkan langkah dan pikiran tentang apa yang akan saya lakukan nantinya.
Fase ketiga saya adalah fase pensiun sebagai seorang atlet dan saat itu saya tidak kaget karena sudah melakukan persiapan yang matang. Saya bisa menikmati fase kehidupan setelah pensiun dan tetap mencoba memberikan kontribusi terhadap bulu tangkis, di mana nama saya dibesarkan dan dikenal banyak orang.
Melihat perjalanan hidup saya, satu hal penting yang bisa dilihat adalah peran orang tua sebagai salah satu kunci keberhasilan seorang atlet untuk memiliki prestasi di tingkat dunia. Saya melihat di Indonesia masih banyak orang tua yang bermimpi anaknya merintis jalan menjadi atlet profesional yang berprestasi.
Meski teknologi maju seperti apapun, olahraga tetap memiliki daya tarik tersendiri. Saya sangat percaya, di luar prestasi, banyak orang tua yang menginginkan anaknya hidup sehat dan memiliki sportivitas. Hal itulah yang dapat dipelajari di olahraga.
Saya yakin bahwa Indonesia tidak akan pernah kekurangan sumber daya manusia sebagai syarat utama lahirnya proses regenerasi. Dalam bulutangkis, saya selalu melihat bahwa Indonesia mempunyai anak-anak muda yang memiliki talenta, semangat, dan daya juang yang hebat untuk mewujudkan mimpi mereka menjadi seorang pebulutangkis.
Saya bangga dapat menjadi bagian dari MILO School Competition, sebagai salah satu pihak swasta yang peduli dengan konsisten terhadap perkembangan bulu tangkis di Indonesia selama lebih dari 10 tahun.
Dalam perjalanan tersebut, saya mulai menyadari bahwa profesi atlet hanyalah jembatan hidup yang memiliki batas waktu, karena itulah saya sejak jauh-jauh hari sudah menetapkan langkah dan pikiran tentang apa yang akan saya lakukan nantinya.
Fase ketiga saya adalah fase pensiun sebagai seorang atlet dan saat itu saya tidak kaget karena sudah melakukan persiapan yang matang. Saya bisa menikmati fase kehidupan setelah pensiun dan tetap mencoba memberikan kontribusi terhadap bulu tangkis, di mana nama saya dibesarkan dan dikenal banyak orang.
Melihat perjalanan hidup saya, satu hal penting yang bisa dilihat adalah peran orang tua sebagai salah satu kunci keberhasilan seorang atlet untuk memiliki prestasi di tingkat dunia. Saya melihat di Indonesia masih banyak orang tua yang bermimpi anaknya merintis jalan menjadi atlet profesional yang berprestasi.
Meski teknologi maju seperti apapun, olahraga tetap memiliki daya tarik tersendiri. Saya sangat percaya, di luar prestasi, banyak orang tua yang menginginkan anaknya hidup sehat dan memiliki sportivitas. Hal itulah yang dapat dipelajari di olahraga.
Saya yakin bahwa Indonesia tidak akan pernah kekurangan sumber daya manusia sebagai syarat utama lahirnya proses regenerasi. Dalam bulutangkis, saya selalu melihat bahwa Indonesia mempunyai anak-anak muda yang memiliki talenta, semangat, dan daya juang yang hebat untuk mewujudkan mimpi mereka menjadi seorang pebulutangkis.
Saya bangga dapat menjadi bagian dari MILO School Competition, sebagai salah satu pihak swasta yang peduli dengan konsisten terhadap perkembangan bulu tangkis di Indonesia selama lebih dari 10 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bagaimana pendapat kalian ?