tulisan berjalan

SELAMAT DATANG di akun media sosial racketbadminton.blogspot.co.id

Jumat, Maret 21, 2014

Li Michelle, Si “Rising Star” dari Negeri Daun Mapel

Sudah bukan rahasia umum lagi kalau Asia mendominasi cabang olahraga tepuk bulu ini, terlebih yang berasal dari China. Tak terhitung rasanya pebulutangkis top dunia yang lahir di tanah Asia. Mulai dari juara olimpiade, juara dunia hingga juara All-England, rata-rata pasti dimenangkan oleh para penepuk bulu Asia. Satu tingkat di bawah Asia ada Eropa lalu di bawahnya lagi ada Amerika, Oceania dan terakhir Afrika.
Berbicara tentang pebulutangkis dunia, jelas Amerika bukan tandingannya. Pencapaian terbaik benua tempat Paman Sam ini di kejuaraan beregu hanyalah mencapai runner-up pada Piala Thomas 1952, 3 kali juara piala Uber (1957, 1960 dan 1963) serta harus puas menjadi runner-up piala Uber pada 1966. Untuk di sektor perorangan, pencapaian terakhir benua ini adalah meraih juara dunia di sektor ganda putra pada kejuaraan dunia 2005 yang diraih oleh Howard Bach/Tony Gunawan serta juara tunggal putri All-England 1966-1967 yang diraih oleh Judy Hashman. Itu semuanya pun diraih oleh Amerika Serikat. Sepanjang sejarah, belum ada pebulutangkis dari negara lain di benua Amerika selain AS yang berhasil meraih gelar juara di kejuaraan bergengsi.
Benua Amerika mungkin belum menjadi tandingan yang cukup berarti bagi Asia. Sejauh ini baru Eropa saja yang mampu menyainginya. Kendati demikian, bukan berarti Amerika nihil calon pebulutangkis top dunia. Adalah Li Michelle, pebulutangkis asal Kanada yang beberapa belakangan ini berhasil menggebrak panggung bulu tangkis dunia.
Betapa tidak, pada All-England 2014 ia berhasil membuat kejutan. Selain memulangkan Tzu Ying Tai asal Taiwan dua game langsung di babak pertama, ia juga berhasil mengandaskan Bellaetrix Manuputty di babak kedua dengan rubber set. Lalu di babak perempat final ia berhasil mengajak Ratchanok Intanon bekerja keras. Meski pada akhirnya ia kalah 23-21 21-16, usahanya patut diapresiasi. Terlebih pencapaiannya hingga babak perempat final adalah pencapaian terbaik pebulutangkis asal Amerika di All-England (bahkan juga turnamen lainnya) dalam waktu beberapa tahun belakangan. Tak hanya itu saja, di babak kedua Swiss Open GPG pun ia juga berhasil mengajak Sindhu P.V. rubber set kendati pada akhirnya ia harus kalah.
Jauh sebelum All-England, di Macau Open Grand Prix Gold 2013 ia juga berhasil menjadi runner-up setelah di babak semi final mengalahkan Pui Yin Yip asal Hong Kong yang saat itu merupakan unggulan ketiga dengan skor 21-15 21-16. Sayang, di final ia harus puas meraih tempat kedua setelah dikalahkan oleh Sindhu P.V. dengan skor 21-15 21-12.
Nama Li Michelle mungkin masih asing di kancah bulu tangkis dunia. Namun jika penampilannya terus meningkat, bukan tidak mungkin ia  menjadi “rising star” dari negeri Mapel dan ancaman bagi pebulutangkis Asia maupun Eropa.
MENGENAL LI MICHELLE
Li Michelle lahir pada 3 November 1991. Meskipun lahir di Hong Kong, ia adalah pebulutangkis yang berasal dari Markham, Ontario, Kanada. Kami tidak mendapatkan informasi apakah pada awalnya ia adalah pemain Hong Kong yang kini hijrah ke Kanada atau apakah ia blasteran, campuran Hong Kong dan Kanada atau keturunan Tionghoa yang telah lama menetap di Kanada. Namun yang jelas, meski parasnya lebih mirip orang Asia, ia membela negara Kanada.
Namanya mungkin belum terlalu ‘bergaung’ di kancah bulu tangkis dunia. Namun di tingkat nasional dan di benua, ia merupakan pebulutangkis yang berprestasi dan berbakat. Karier pertamanya dimulai pada Canada Winter Games 2011 (kalau di Indonesia mungkin seperti PON) yang diselenggarakan di Halifax, Nova Scotia. Kala itu ia keluar sebagai juara di dua sektor yang berbeda, yakni tunggal putri dan ganda putri bersama Alexandra Bruce. Atas kesuksesannya inilah ia kemudian menjadi pembawa bendera untuk tim Ontario pada upacara penutupan.
Melengkapi prestasi nasionalnya, Li juga pernah meraih medali emas di dua sektor berbeda yakni sektor tunggal putri dan ganda putri bersama Bruce pada Pan American Games 2011 (sama seperti Asian Games) yang kala itu diselenggarakan di Guadalaraja, Meksiko. Di final tunggal putri Pan American Games, ia berhasil menyingkirkan rekan senegaranya yakni Joycelyn Ko asal Toronto dengan skor 21-13 21-12. Hebatnya lagi, Kanada berhasil meraih 6 medali di sektor bulu tangkis pada ajang kejuaraan tingkat benua tersebut.
Sayangnya setahun kemudian pada Olimpiade London 2012, Li yang berpasangan dengan Bruce di sektor ganda putri tidak bisa berbicara banyak. Dari 3 pertandingan di sistem round robin, mereka selalu menelan kekalahan.
Berkat kerja kerasnya, kini Li menduduki peringkat 23 dunia, 2 tingkat di atas Bellaetrix Manuputty. Hebatnya lagi, ia merupakan satu-satunya pebulutangkis asal benua Amerika di sektor tunggal putri yang masuk 25 besar pebulutangkis dunia. Tentu ini patut diapresiasi.
Hal yang patut dipelajari darinya adalah meski ia tidak berasal dari negara dengan perkembangan bulu tangkis yang bagus, itu tidak menjadi halangan baginya untuk berprestasi. Optimisme untuk membawa bulu tangkis di mata dunia tetap ada, bahkan sempat dilontarkan oleh pelatihnya.
Di salah satu website berita Kanada, www.cba.ca, usai Pan American Games 2011 pelatih Kanada, Jeff White berkata, “So if they all maintain it to 2016, I think Canada could be in a position to win a medal at the Olympics, which has never happened before.” (Jadi kalau mereka semua (pebulutangkis Kanada, termasuk Li Michelle) terus melatih diri dan bekerja keras hingga 2016, saya rasa Kanada bisa memenangkan medali di olimpiade, suatu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya.)
Apakah Kanada yang digawangi oleh Li Michelle mampu mensukseskan pemerataan bulu tangkis di dunia?
Kita tunggu saja dan semoga para tunggal putri Indonesia semakin termotivasi untuk terus berprestasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagaimana pendapat kalian ?