JAKARTA–Sejak terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), nama Gita Wirjawan yang sebelumnya telah menjabat sebagai Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu II itu kini tidak bisa lepas dari bulu tangkis.
Pria lulusan Harvard University yang dikenal juga sebagai pengusaha tersebut harus langsung berhadapan dengan tantangan besar, membawa bulu tangkis Indonesia yang sedang terpuruk kembali bangkit dan berjaya.
Pada 2012, tahun Gita terpilih sebagai Ketua Umum PBSI secara aklamasi pada Musyawarah Nasional (Munas) PBSI ke-21 di Yogyakarta, kondisi bulu tangkis Indonesia sedang dalam masa terpuruk. Luka-luka kekecewaan karena gagal membawa pulang medali emas pada Olimpiade London 2012 pun masih belum kering.
Kegagalan itu mengakhiri tradisi emas pada cabang bulu tangkis yang telah terjaga selama 20 tahun, atau sejak pertama kali bulu tangkis dipertandingkan di Olimpiade pada 1992. Pertanyaan pun muncul, mungkinkah bulu tangkis Indonesia mampu berkibar kembali sementara negara-negara pesaing utama seperti China, Korea, Malaysia, dan Jepang justru semakin mengancam.
Namun, Gita Wirjawan yang dikenal dengan pembawaan santai tampaknya tak lantas ambil pusing. Sempat disangsikan karena tak ada latar belakang “ilmu bulu tangkis” serta menuai protes dari kandidat ketua umum yang lain, Icuk Sugiarto, yang memprotes proses pemilihan ketua umum, Gita tetap melangkah dengan pasti.
“Mungkin saya tidak punya latar belakang bulu tangkis, tetapi saya punya ilmu manajemen yang bisa saya aplikasikan untuk memimpin organisasi ini,” lontar Gita tak lama setelah terpilih sebagai Ketua Umum PBSI.
Kehadiran Gita pun seperti meniupkan angin segar pada semangat bulu tangkis Indonesia. Usai dikukuhkan secara resmi oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sebagai Ketua Umum PBSI periode 2012-2016, Gita langsung membuat gebrakan-gebrakan yang menjanjikan.
Ia membawa harapan baru dengan menggiring serta mantan jawara-jawara bulu tangkis Indonesia yang selama ini hanya bisa menyaksikan dengan pilu bagaimana kejayaan bulu tangkis yang dulu mereka tanam dengan susah payah pelan-pelan meluruh. Sebut saja Rexy Mainaky, Susi Susanti, Ricky Soebagdja yang akhirnya kembali ke kandang untuk bersama-sama berjuang membawa Indonesia kembali menjadi Macan Asia.
Penunjukkan Gita terhadap Rexy sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi dirasa tepat mengingat Rexy yang telah berpetualang melatih di Inggris, Malaysia, dan Filipina dikenal bertangan dingin mencetak atlet terbaik. Duet bersama legenda bulu tangkis, Christian Hadinata yang ditunjuk sebagai Kasubid Pelatnas, Rexy pun melakukan pembenahan program-program yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi atlet.
Strategi Gita
Bulu tangkis masih merupakan salah satu cabang olahraga yang menjadi harapan besar penyumbang medali di ajang Olimpiade. Menyandang sebagai Ketua Umum PBSI, Gita mengaku itu bukan tugas yang ringan pada saat-saat prestasi bulu tangkis sedang terpuruk.
“Tidak gampang, jujur saja, untuk membangkitkan tidak hanya prestasi tetapi juga semangat. Itu dua-duanya berkolerasi,” kata Gita dalam sebuah wawancara khusus bersama ANTARA News sebelum melepas atlet ke turnamen Eropa di Senayan Golf City, Jakarta, Jumat (22/2).
“Tetapi saya cukup percaya dengan apa yang saya dan pengurus lakukan dua-tiga bulan ini sejak dilantik,” tambahnya.
Ia menuturkan strategi apa yang ia rancang untuk meniupkan lagi roh semangat dalam jiwa-jiwa atlet bulu tangkis agar mencetak prestasi.
Gita memulai dari penyederhanaan struktur organisasi yang lebih fokus pada urusan pembinaan prestasi, kaderisasi daerah, dan pengurusan dana. Gita sadar betul urusan prestasi dan dana pun berkolerasi erat. Dalam kepengurusan sebelumnya PB PBSI hanya menganggarkan dana sekitar Rp40 miliar pertahun. Kini, di era kepemimpinan Gita dianggarkan dana pembinaan dua kali lipat, sekitar Rp90 milar per tahun.
“Putra putri kita harus benar-benar dibina dan diberikan juga intensifnya. Jangan kita pecut mereka tetapi tidak kita kasih vitaminnya,” ujar Gita.
Terkait pada dana itu pula, Gita menerapkan sistem sponsor individu yang diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan dan prestasi atlet bulu tangkis. Sistem tersebut mengakhiri kontrak kolektif yang selama ini berjalan di tubuh pelatnas bulu tangkis.
“Dengan pengubahan sistem sponsor dari kolektif ke individu diharapkan dapat memotivasi atlet serta pelatih,” katanya.
Karena dengan adanya sponsor individu yang langsung diarahkan kepada pemain, menuntut pula sikap profesional mereka baik di dalam maupun luar lapangan. “Agar nilai kontrak sponsor bisa bertambah naik, seiring dengan naiknya prestasi,” tambah Gita.
Maka, pada awal 2013 PB PBSI telah melakukan penawaran sponsorship terhadap para pemain secara individu. Kontrak kolektif dengan sponsor Yonex yang telah berjalan sejak 40 tahun silam pun diakhiri. Tanpa disangka, banyak perusahaan yang tertarik untuk mendukung atlet-atlet bulu tangkis Indonesia. Bahkan ada yang berani memasang harga di atas Rp1 milyar untuk satu atlet.
Sebanyak tujuh perusahaan baik lokal maupun asng siap mendukung 80 atlet dan sepuluh pelatih pelatnas Cipayung antara lain Victor, Yonex, Li Ning, Flypower, Astec, Babolat, dan Reinforced Speed (RS) dengan total dana Rp33,2 milyar.
“Kita sudah mendapat indikasi ada banyak lagi perusahaan yang mau memberi dukungan,” tutur Gita.
“Saya rasa kalau kita terus seperti ini dan kita konsisten dengan semangat profesionalisme serta kita pertanggungjawabkan dan mendisiplinkan pemain, tidak ada alasan kita tidak berprestasi,” kata Gita dengan mantap.
Gebrakan itu belum berhenti. Gita yang tidak mau mengesampingkan pendidikan anak asuhnya itu pun segera membangun sekolah untuk atlet bulu tangkis. Ia ingin mencontoh sekolah atlet Ragunan yang telah berdiri sejak tahun 1976. Dalam bayangan Gita, nantinya ketika atlet sudah tidak berprestasi di lapangan, mereka dapat berprestasi di profesi lainnya dengan diberikan modal pendidikan.
“Selanjutnya bagaimana kita memberi perhatian kepada mereka agar setelah tidak berprestasi lagi bisa tetap memiliki profesi di luar lapangan. Saya sedang berpikir untuk mengembangkan kurikulum pendidikan,” katanya.
Ia mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, serta beberapa ahli pendidikan. Rencananya, pembangunan sekolah diharapkan dapat rampung akhir tahun ini dan atlet bisa segera menjalani kurikulum dengan menyesuaikan jam latihannya.
Impian Gita
“Pada lima nomor kita harus jadi juara di turnamen-turnamen paling prestisius di dunia,” ujar Gita. Lima nomor yang dimaksud tentu saja ganda campuran, tunggal putra, ganda putra, tunggal putri serta ganda putri.
Gita mengaku optimistis bahwa bulu tangkis Indonesia bisa kembali merengkuh kejayaannya setelah terjun bebas hingga titik terendah.
“Saya tidak melihat alasan untuk kita tidak bisa mengulangi kejayaan bulu tangkis seperti pada zaman Ricky-Rexy,” ujar Gita yang saat itu mengenakan batik berwarna cokelat keemasan.
Tahun ini, PB PBSI memasang target besar untuk bisa memetik sukses pada empat kompetisi internasional. Target yang menjadi fokus khusus itu adalah meraih sukses di turnamen All England, Piala Sudirman, Kejuaraan Dunia, dan SEA Games 2013 di Myanmar.
Target tersebut sebentar lagi akan dipertaruhkan pada turnamen tertua bulu tangkis di dunia, All England yang akan bergulir pada 5-10 Maret mendatang.
“Ini kunci yang menentukan semangat kita, momentum kita, dan ujung-ujungnya prestasi kita. Yang selalu saya pikirkan bagaimana supaya kita menang All England, meskipun saat bersamaan juga memikirkan agar harga daging tidak naik,” lontar Gita seraya tertawa.
Dalam acara pelepasan atlet menjelang tur turnamen Eropa, di hadapan atlet, pelatih serta pengurus Gita berkata, “Seperti yang saya katakan sebelumnya, jika kalian gagal, saya juga gagal. Namun, jika kalian sukses, itu kesuksesan kalian.”
Tepuk tangan pun memenuhi ruangan sesaat kemudian. Semangat yang ia tanam tersebut, ia harap dapat terus terpelihara seterusnya bahkan ketika ia sudah tidak lagi menjabat.(Antara/yri)